Riset Nielsen : Pasar Kosmetik Indonesia Masih Terus Tumbuh
Hasil riset lembaga informasi dan pengukuran global Nielsen mengungkap, pasar kosmetik di Indonesia sangat menjanjikan. Hasil temuan mereka mengatakan, di semester I 2013, terdapat peningkatan konsumsi kosmetik masyarakat Indonesia dibandingkan semester yang sama pada tahun sebelumnya.
Menurut Nielsen, konsumsi kosmetik di wilayah urban Indonesia, bertumbuh sebanyak 9,4%, dari 554 miliar rupiah menjadi 606 miliar rupiah. Sedangkan konsumsi di wilayah rural (pedesaan) meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan yaitu 27,5% dari 64 miliar menjadi 82 miliar, demikian tercantum dalam keterangan tertulis Nielsen yang diterima baru-baru ini.
Hasil survei lembaga ini menyimpulkan, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, bedak adalah alat kosmetik terpenting untuk dimiliki. Penjualannya yang cepat dan tinggi bahkan bisa dikatakan menjadi pendorong peningkatakn konsumsi kosmetik di Indonesia. Di wilayah perkotaan Indonesia, peningkatan konsumsi bedak wajah terjadi sebesar 15% sedangkan untuk wilayah pedesaan Jawa peningkatan terjadi sebesar 23%.
Temuan ini dinilai mengejutkan karena konsumsi kosmetik di pedesaan di pulau Jawa melebihi konsumsi kosmetik di perkotaan Indonesia. Hal ini menyiratkan, potensi yang luar biasa di daerah pedesaan di pulau Jawa, dan produsen memiliki peluang yang besar untuk memaksimalkannya.
Kenaikan konsumsi kosmetik juga tidak terlepas dari keinginan konsumen untuk mencoba satu atau lebih merek yang berbeda. Menurut data Nielsen, terjadi perubahan presentase pembeli kosmetik untuk satu merek untuk wilayah perkotaan. Presentase konsumen kosmetik yang hanya membeli kosmetik dengan satu merek saja menurun pada semseter ini. Yang semula 49,2% menjadi 45,4%.
Namun ternyata ada peningkatan presentase konsumen yang memilih lebih dari dua merek yang awalnya 27,1% menjadi 30,2%. Presentase konsumen yang membeli lebih dari tiga merek pun meningkat dari 12,4% menjadi 15,9%.
Perlu dicermati, kenaikan tersebut justru terjadi di saat harga kosmetik juga meningkat dibandingkan semester sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat perkotaan lebih ingin mencoba berkosmetik dewasa ini.
Hal ini tidak terjadi pada konsumen di pedesaan pulau Jawa. Di tengah kenaikan harga kosmetik, presentase konsumen yang semula kerap membeli tiga merek kosmetik justru berkurang sementara presentase konsumen yang mengkonsumsi dua merek meningkat. Di sisi lain, presentase konsumen yang membeli hanya satu merek kosmetik juga memperlihatkan penurunan yaitu dari 56,8% orang menjadi 55,2%. Artinya, masyarakat pedesaan cenderung lebih selektif dalam memilih kosmetik di tengah naiknya harga kosemetik.
Sementara itu, untuk pasar kosmetik dekoratif masih dikuasai oleh dekoratif untuk bibir dengan nilai kontribusi sebesar 64% di wilayah perkotaan dan 75% di wilayah pedesaan. Kemudian diikuti oleh dekoratif untuk mata yaitu sebesar 21% di perkotaan dan 16% di pedesaan. Di sisi lain, dekoratif lainnya walaupun hanya berkontribusi 3% untuk perkotaan dan 8% untuk pedesaan, tetapi kategori dekoratif lainnya menunjukkan pertumbuhan yang sangat fantastis.
Dekoratif lainnya di wilayah perkotaan naik sebesar 183% dan 110% di wilayah pedesaan. Bisa diartikan, masyarakat sudah lebih variatif dalam kebutuhannya berkosmetik dan mulai memikirkan alternatif-alternatif lain sebagai pilihan kosmetiknya.
Potensi pasar kosmetik di Indonesia masih sangat menjanjikan, seiring dengan meningkatnya konsumsi kosmetik pada Semester I/2013. Berdasarkan data yang dirilis Nielsen, pertumbuhan penggunaan kosmetik di perdesaan Pulau Jawa tercatat mencapai 27,5% dari Rp64 miliar menjadi Rp82 miliar pada Semester I/2013.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan yang pertumbuhannya sekitar 9,4% menjadi Rp606 miliar dari Rp554 miliar pada Semester I/2013. Direktur Home Panel Service Nielsen Indonesia Hellen Katherina mengatakan tingginya penggunaan kosmetik terjadi karena semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjaga kecantikan, meski terjadi kenaikan harga produk kosmetik.
“Potensi konsumsi kosmetik di pedesaan di pulau Jawa ternyata sangat besar, hampir seluruh kosmetik baik bedak, alas bedak, maupun produk dekoratif menunjukan peningkatan. Hal ini tentu saja menjadi peluang bagi para produsen untuk lebih memaksimalkan pemasarannya,” ujar Hellen dalam konferensi pers, Selasa (24/9).
Meskipun konsumsi alas bedak dan kosmetik dekoratif di pedesaan meningkat sangat signifikan masing-masing sebesar 43%, tetapi bedak masih menjadi pendorong utama dengan kontribusi penjualan di atas 70%. “Bedak seolah menjadi kosmetik yang harus dibeli, terutama untuk bedak two way cake yang menunjukan pertumbuhan sangat pesat pertumbuhannya, sehingga mendominasi dengan jumlah pengguna lebih dari 60% baik di kota maupun desa.”
Sementara itu, untuk kosmetik dekoratif masih didominasi oleh lipstik dengan kontribusi sebesar 64% di perkotaan dan 75% di perdesaan. Diikuti oleh dekoratif untuk mata yaitu sebesar 21% di perkotaan dan 16% di perdesaan.
Di sisi lain, untuk dekoratif lainnya meski hanya berkontribusi 3% untuk perkotaan dan 8% untuk perdesaan, tetapi pertumbuhan yang sangat fantastis. Dekoratif lainnya di wilayah perkotaan naik sebesar 183% dan 110% di wilayah pedesaan. “Ini menunjukan bahwa masyarakat sudah lebih variatif dalam berkosmetik dan mulai memikirkan alternatif-alternatif lain sebagai pilihan kosmetiknya.”
Menurut Nielsen, konsumsi kosmetik di wilayah urban Indonesia, bertumbuh sebanyak 9,4%, dari 554 miliar rupiah menjadi 606 miliar rupiah. Sedangkan konsumsi di wilayah rural (pedesaan) meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan yaitu 27,5% dari 64 miliar menjadi 82 miliar, demikian tercantum dalam keterangan tertulis Nielsen yang diterima baru-baru ini.
Hasil survei lembaga ini menyimpulkan, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, bedak adalah alat kosmetik terpenting untuk dimiliki. Penjualannya yang cepat dan tinggi bahkan bisa dikatakan menjadi pendorong peningkatakn konsumsi kosmetik di Indonesia. Di wilayah perkotaan Indonesia, peningkatan konsumsi bedak wajah terjadi sebesar 15% sedangkan untuk wilayah pedesaan Jawa peningkatan terjadi sebesar 23%.
Temuan ini dinilai mengejutkan karena konsumsi kosmetik di pedesaan di pulau Jawa melebihi konsumsi kosmetik di perkotaan Indonesia. Hal ini menyiratkan, potensi yang luar biasa di daerah pedesaan di pulau Jawa, dan produsen memiliki peluang yang besar untuk memaksimalkannya.
Kenaikan konsumsi kosmetik juga tidak terlepas dari keinginan konsumen untuk mencoba satu atau lebih merek yang berbeda. Menurut data Nielsen, terjadi perubahan presentase pembeli kosmetik untuk satu merek untuk wilayah perkotaan. Presentase konsumen kosmetik yang hanya membeli kosmetik dengan satu merek saja menurun pada semseter ini. Yang semula 49,2% menjadi 45,4%.
Namun ternyata ada peningkatan presentase konsumen yang memilih lebih dari dua merek yang awalnya 27,1% menjadi 30,2%. Presentase konsumen yang membeli lebih dari tiga merek pun meningkat dari 12,4% menjadi 15,9%.
Perlu dicermati, kenaikan tersebut justru terjadi di saat harga kosmetik juga meningkat dibandingkan semester sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat perkotaan lebih ingin mencoba berkosmetik dewasa ini.
Hal ini tidak terjadi pada konsumen di pedesaan pulau Jawa. Di tengah kenaikan harga kosmetik, presentase konsumen yang semula kerap membeli tiga merek kosmetik justru berkurang sementara presentase konsumen yang mengkonsumsi dua merek meningkat. Di sisi lain, presentase konsumen yang membeli hanya satu merek kosmetik juga memperlihatkan penurunan yaitu dari 56,8% orang menjadi 55,2%. Artinya, masyarakat pedesaan cenderung lebih selektif dalam memilih kosmetik di tengah naiknya harga kosemetik.
Sementara itu, untuk pasar kosmetik dekoratif masih dikuasai oleh dekoratif untuk bibir dengan nilai kontribusi sebesar 64% di wilayah perkotaan dan 75% di wilayah pedesaan. Kemudian diikuti oleh dekoratif untuk mata yaitu sebesar 21% di perkotaan dan 16% di pedesaan. Di sisi lain, dekoratif lainnya walaupun hanya berkontribusi 3% untuk perkotaan dan 8% untuk pedesaan, tetapi kategori dekoratif lainnya menunjukkan pertumbuhan yang sangat fantastis.
Dekoratif lainnya di wilayah perkotaan naik sebesar 183% dan 110% di wilayah pedesaan. Bisa diartikan, masyarakat sudah lebih variatif dalam kebutuhannya berkosmetik dan mulai memikirkan alternatif-alternatif lain sebagai pilihan kosmetiknya.
Potensi pasar kosmetik di Indonesia masih sangat menjanjikan, seiring dengan meningkatnya konsumsi kosmetik pada Semester I/2013. Berdasarkan data yang dirilis Nielsen, pertumbuhan penggunaan kosmetik di perdesaan Pulau Jawa tercatat mencapai 27,5% dari Rp64 miliar menjadi Rp82 miliar pada Semester I/2013.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan yang pertumbuhannya sekitar 9,4% menjadi Rp606 miliar dari Rp554 miliar pada Semester I/2013. Direktur Home Panel Service Nielsen Indonesia Hellen Katherina mengatakan tingginya penggunaan kosmetik terjadi karena semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya menjaga kecantikan, meski terjadi kenaikan harga produk kosmetik.
“Potensi konsumsi kosmetik di pedesaan di pulau Jawa ternyata sangat besar, hampir seluruh kosmetik baik bedak, alas bedak, maupun produk dekoratif menunjukan peningkatan. Hal ini tentu saja menjadi peluang bagi para produsen untuk lebih memaksimalkan pemasarannya,” ujar Hellen dalam konferensi pers, Selasa (24/9).
Meskipun konsumsi alas bedak dan kosmetik dekoratif di pedesaan meningkat sangat signifikan masing-masing sebesar 43%, tetapi bedak masih menjadi pendorong utama dengan kontribusi penjualan di atas 70%. “Bedak seolah menjadi kosmetik yang harus dibeli, terutama untuk bedak two way cake yang menunjukan pertumbuhan sangat pesat pertumbuhannya, sehingga mendominasi dengan jumlah pengguna lebih dari 60% baik di kota maupun desa.”
Sementara itu, untuk kosmetik dekoratif masih didominasi oleh lipstik dengan kontribusi sebesar 64% di perkotaan dan 75% di perdesaan. Diikuti oleh dekoratif untuk mata yaitu sebesar 21% di perkotaan dan 16% di perdesaan.
Di sisi lain, untuk dekoratif lainnya meski hanya berkontribusi 3% untuk perkotaan dan 8% untuk perdesaan, tetapi pertumbuhan yang sangat fantastis. Dekoratif lainnya di wilayah perkotaan naik sebesar 183% dan 110% di wilayah pedesaan. “Ini menunjukan bahwa masyarakat sudah lebih variatif dalam berkosmetik dan mulai memikirkan alternatif-alternatif lain sebagai pilihan kosmetiknya.”
Comments
Post a Comment